
Thursday, September 13, 2007
Wednesday, September 12, 2007
Tuesday, July 17, 2007
Suwarmana, Pranata Mangsa untuk Nelayan

Setelah melakukan penelitian lapangan selama sekitar 11 tahun Suwarman berhasil melahirkan tabel pranata mangsa, tata musim, yang dipakai sebagai acuan melaut oleh nelayan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Dia melakukan penelitian itu kq.rena sehari-hari akrab dengan nelayan dan berempati terhadap nasib mereka.
Oleh MAWAR KUSUMA, KOMPAS, Sabtu 14 Juli 2007
Oleh MAWAR KUSUMA, KOMPAS, Sabtu 14 Juli 2007
Impian Suwarman Partosuwiryo (47) yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil di Dinas Perikanan dan Kelautan DIY ini adalah membantu nelayan meningkatkan efisiensi, produktivitas dan pendapatan. Caranya, dengan memanfaatkan nilai-nilai kearifan lokal. Pranata mangsa tersebut menyediakan informasi lengkap yangberhubungan dengan musim penangkapan ikan.
Tak hanya memberi informasi tentang musim ikan, pranata mangsa juga membantu nelayan memilih alat tangkap yang harus digunakan untuk memperoleh tangkapan optimal.
Pranata mangsatersebut dibuat ketika dia bekerja pada seksi penangkapan ikan. "Minimal sekali dalam sepekan saya ke pantai dan tempat pendaratan ikan. Saya lalu tertarik mengamati kondisi laut, mulai dari angin, cuaca, gelombang, hingga jenis ikan yang tertangkap," ungkap Suwarman, Kamis (12/7).
Pengamatan itu lalu dia lakukan secara intensif sejak tahun 1989. Dari pengamatan lapangan, Suwarman melihat ada pola jenis tangkapan ikan yang terus berulang. "Sampai sekarang pol a itu tidak berubah. Pakai ilmu titen atau niteni saja," ungkapnya.
Dia sempat berusaha menambahkan data kecepatan angin dan gelombang dalam pengamatan itu. Namun,.usaha itu.di hentikannya s.etelah dua tahun dijalani karena keterbatasan waktu dan peralatan.
Pranata mangsa bikinan Suwarman berupa tabel yang berisi informasi tentang jenis ikan, tanda-tanda musim, alat tangkap, dan jangka waktu musim ikan beriangsung. Dalam tabel pranata mangsa terse but terlihat. Saat ini di DIY sedang musim ikan tongkol, tuna mata besar, pari, cucut, tuna, madidihang, dan layaran.
Nelayan bisa memanen jenis ikan tersebut selama 41 hari dengan menggunakan jaring insang hanyut, rawai, jaring insang dasar, dan hand line. Tanda-tanda yang menyertai musim tersebut antara lain daun berguguran dan musim kemarau.
Ditempel di dinding
Bisa dikatakan semua kelompok nelayan di DIY kini telah mel)1akai pranata mangsa bikinan Suwarman sebagai panduan melaut dan menentukan alat tangkap. Bahkan, 19 kelompok nelayan di DIY melapisi lembar pranata mangsa dengan plastik dan memajangnya di dinding agar mudah dilihat sebelum melaut.
Suwarman mengaku pranata mangsa itu belum sempurna. Dia masih meminta masukan dari nelayan terkait keakuratan pranata mangsa. "Evaluasi dari kalangan nelayan ternyata tak ada perubahan jenis ikan tangkapan. Pranata mangsa itu cocok dan masib relevan sampai sekarang."
Bahkan, gempa bumi yang melanda my tahun 2006 lalu tak berpengaruh pada jenis tangkapan ikan. Bencana gempa itu justru mengakibatkan proses pengadukan air laut sehingga jumlah ikan semakin banyak.
Menurut Suwarman, tak ada musim paceklik ikan bagi nelayan. Keluhan nelayan bahwa ikan sedang sedikit hanya karena mereka tak tahu alat tangkap yang tepat pada musim tersebut. Mayoritas nelayan hanya memiliki satu macam alat tangkap ikan. Padahal, tiap musim itu menghadirkan jenis ikan tertentu dan diperiukan alat tangkap khusus yang sesuai.
Kekayaan ikan di DIY teru-' tama adalah ikan jenis tongkol, tenggiri, bawal, manyur, tiga wajah, dan cucut. "Produksi ikan tiap bulan merata. Tinggal bagaimana kemampuan nelayan untuk menyediakan alat tangkap yang sesuai," katanya.
Pranata mangsa tersebut juga pernah disampaikannya dalam forum pertemuan nelayan tingkat nasional. Suwarman mengimbau agar tiap provinsi memiliki pranata mangsa dengan ilmu titen (hafalan yang didasarkan pada pengalaman) karena sangat bermanfaat bagi nelayan. Apalagi, pendidikan mayoritas nelayan masih rendah sehingga mereka membutuhkan panduan. Dari gabungan pranata mangsa di tiap daerah akan bisa terlihat potensi perikanan laut di Indonesia. Dari ilmu titen diharapkan pranata mangsa bisa menjadi kajian lebih lanjut.
Kearifan lokal
Selain digunakan oleh nelayan, pranata mangsa juga dipakai untuk pembelajaran kearifan lokal di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Selain membuat pranata mangsa, Suwarman juga menjadi pengajar di Akademi Perikanan Yogyakar ta dan untuk mahasiswa Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UGM.
Suwarman jatuh cinta pada perikanan setelah kuliah di. Akademi Usaha Perikanan Jakarta. Awalnya, dia ingin menjadi dokter hewan. Namun, anak buruh tani ini tak punya cukup uang untuk mewujudkan impiannya.
Keterikatan Suwarman dengan nelayan DIY dimulai sejak tahun 1982. Kala itu dia termasuk salah seorang yang aktif memberikan kursus untuk menciptakan nelayan di DIY. Sebe· lum diadakan kursus, tak seorang pun warga DIY yang beriii profesi sebagai nelayan. . Dia aktif ikut "membuat nelayan" dengan mengajari para petani tegalan beralih profesi menjadi nelayan. Kursus tersebut mulai dari teori di kelas hingga mengajari mereka cara menebar jaring dan menangkap ikan di laut lepas.
Pelatihan pertama haI).ya diikuti sekitar 30 petani tegalan. Kini DIY punya sekitar 1.800 nelayan yang aktif melaut. Ini belum termasuk mereka yang melaut sebagai pekerjaan sampingan. Kursus menjadi nelayan pertama kali dilakukan di Pantai Samas kemudian merambah ke Baron, Sadeng, Trisik, Glagah hingga Gesing.
Warga Yogyakarta, kata Suwarman, mulai berani melaut setelah Sultan Hamengku Buwono IX yang kala itu menjadi wakil presiden berpesan agar rakyat tak hanya melihat ke utara (Gunung Merapi). Mereka juga harus melihat ke selatan (Laut Selatan).
Meski nenek moyang masyarakat DIY bukan pelaut, mereka bisa tumbuh menjadi nelayan tangguli. Penyerapan tenaga kerja pada sektor perikanan tang kap di daerah itu sekitar 46.000 orang. "Kini mereka percaya bahwa penguasa Laut Selatan sudah bersahabat dengan warga Yogya sehingga makin banyak orang yang berani melaut," ucap Suwarman.
Baru sekitar dua dekade warga DIY mengenal perikanan dan kelautan. Tak heran jika konsumsi ikan di DIY termasuk terendah di Indonesia, yaitu 13,12 kilogram per kapita per tahuri. Namun, Suwarman yakin nelayan DIY akan semakin maju.
Tak hanya memberi informasi tentang musim ikan, pranata mangsa juga membantu nelayan memilih alat tangkap yang harus digunakan untuk memperoleh tangkapan optimal.
Pranata mangsatersebut dibuat ketika dia bekerja pada seksi penangkapan ikan. "Minimal sekali dalam sepekan saya ke pantai dan tempat pendaratan ikan. Saya lalu tertarik mengamati kondisi laut, mulai dari angin, cuaca, gelombang, hingga jenis ikan yang tertangkap," ungkap Suwarman, Kamis (12/7).
Pengamatan itu lalu dia lakukan secara intensif sejak tahun 1989. Dari pengamatan lapangan, Suwarman melihat ada pola jenis tangkapan ikan yang terus berulang. "Sampai sekarang pol a itu tidak berubah. Pakai ilmu titen atau niteni saja," ungkapnya.
Dia sempat berusaha menambahkan data kecepatan angin dan gelombang dalam pengamatan itu. Namun,.usaha itu.di hentikannya s.etelah dua tahun dijalani karena keterbatasan waktu dan peralatan.
Pranata mangsa bikinan Suwarman berupa tabel yang berisi informasi tentang jenis ikan, tanda-tanda musim, alat tangkap, dan jangka waktu musim ikan beriangsung. Dalam tabel pranata mangsa terse but terlihat. Saat ini di DIY sedang musim ikan tongkol, tuna mata besar, pari, cucut, tuna, madidihang, dan layaran.
Nelayan bisa memanen jenis ikan tersebut selama 41 hari dengan menggunakan jaring insang hanyut, rawai, jaring insang dasar, dan hand line. Tanda-tanda yang menyertai musim tersebut antara lain daun berguguran dan musim kemarau.
Ditempel di dinding
Bisa dikatakan semua kelompok nelayan di DIY kini telah mel)1akai pranata mangsa bikinan Suwarman sebagai panduan melaut dan menentukan alat tangkap. Bahkan, 19 kelompok nelayan di DIY melapisi lembar pranata mangsa dengan plastik dan memajangnya di dinding agar mudah dilihat sebelum melaut.
Suwarman mengaku pranata mangsa itu belum sempurna. Dia masih meminta masukan dari nelayan terkait keakuratan pranata mangsa. "Evaluasi dari kalangan nelayan ternyata tak ada perubahan jenis ikan tangkapan. Pranata mangsa itu cocok dan masib relevan sampai sekarang."
Bahkan, gempa bumi yang melanda my tahun 2006 lalu tak berpengaruh pada jenis tangkapan ikan. Bencana gempa itu justru mengakibatkan proses pengadukan air laut sehingga jumlah ikan semakin banyak.
Menurut Suwarman, tak ada musim paceklik ikan bagi nelayan. Keluhan nelayan bahwa ikan sedang sedikit hanya karena mereka tak tahu alat tangkap yang tepat pada musim tersebut. Mayoritas nelayan hanya memiliki satu macam alat tangkap ikan. Padahal, tiap musim itu menghadirkan jenis ikan tertentu dan diperiukan alat tangkap khusus yang sesuai.
Kekayaan ikan di DIY teru-' tama adalah ikan jenis tongkol, tenggiri, bawal, manyur, tiga wajah, dan cucut. "Produksi ikan tiap bulan merata. Tinggal bagaimana kemampuan nelayan untuk menyediakan alat tangkap yang sesuai," katanya.
Pranata mangsa tersebut juga pernah disampaikannya dalam forum pertemuan nelayan tingkat nasional. Suwarman mengimbau agar tiap provinsi memiliki pranata mangsa dengan ilmu titen (hafalan yang didasarkan pada pengalaman) karena sangat bermanfaat bagi nelayan. Apalagi, pendidikan mayoritas nelayan masih rendah sehingga mereka membutuhkan panduan. Dari gabungan pranata mangsa di tiap daerah akan bisa terlihat potensi perikanan laut di Indonesia. Dari ilmu titen diharapkan pranata mangsa bisa menjadi kajian lebih lanjut.
Kearifan lokal
Selain digunakan oleh nelayan, pranata mangsa juga dipakai untuk pembelajaran kearifan lokal di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Selain membuat pranata mangsa, Suwarman juga menjadi pengajar di Akademi Perikanan Yogyakar ta dan untuk mahasiswa Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UGM.
Suwarman jatuh cinta pada perikanan setelah kuliah di. Akademi Usaha Perikanan Jakarta. Awalnya, dia ingin menjadi dokter hewan. Namun, anak buruh tani ini tak punya cukup uang untuk mewujudkan impiannya.
Keterikatan Suwarman dengan nelayan DIY dimulai sejak tahun 1982. Kala itu dia termasuk salah seorang yang aktif memberikan kursus untuk menciptakan nelayan di DIY. Sebe· lum diadakan kursus, tak seorang pun warga DIY yang beriii profesi sebagai nelayan. . Dia aktif ikut "membuat nelayan" dengan mengajari para petani tegalan beralih profesi menjadi nelayan. Kursus tersebut mulai dari teori di kelas hingga mengajari mereka cara menebar jaring dan menangkap ikan di laut lepas.
Pelatihan pertama haI).ya diikuti sekitar 30 petani tegalan. Kini DIY punya sekitar 1.800 nelayan yang aktif melaut. Ini belum termasuk mereka yang melaut sebagai pekerjaan sampingan. Kursus menjadi nelayan pertama kali dilakukan di Pantai Samas kemudian merambah ke Baron, Sadeng, Trisik, Glagah hingga Gesing.
Warga Yogyakarta, kata Suwarman, mulai berani melaut setelah Sultan Hamengku Buwono IX yang kala itu menjadi wakil presiden berpesan agar rakyat tak hanya melihat ke utara (Gunung Merapi). Mereka juga harus melihat ke selatan (Laut Selatan).
Meski nenek moyang masyarakat DIY bukan pelaut, mereka bisa tumbuh menjadi nelayan tangguli. Penyerapan tenaga kerja pada sektor perikanan tang kap di daerah itu sekitar 46.000 orang. "Kini mereka percaya bahwa penguasa Laut Selatan sudah bersahabat dengan warga Yogya sehingga makin banyak orang yang berani melaut," ucap Suwarman.
Baru sekitar dua dekade warga DIY mengenal perikanan dan kelautan. Tak heran jika konsumsi ikan di DIY termasuk terendah di Indonesia, yaitu 13,12 kilogram per kapita per tahuri. Namun, Suwarman yakin nelayan DIY akan semakin maju.
BIODATA
· Nama: Suwarman Partosuwiryo
· lahir: Karanganyar, 11 Juli 1960
· Istri: Sri Hartini (43)
· Anak:
Hermawati Nur Indah Rianingsih (22)
Meidah Rositasari (18)
Rahma Fitria Larasati (14)
· Jabatan:
Kepala Bidang Bina Program Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi DIY
· Pendidikan:
- SD Negeri Kemiri I, lulus 1972
- SMP Negeri Kebakkramat, lulus 1975
- SPMA Negeri Yogyakarta, lulus 1978
- D III Diklat Akademi Usaha Perikanan (AUP) Jakarta, lulus 1982
- D IV Diklat AUP Jakarta, lulus 1990
- Program Magister Manajemen STIE Mitra Indonesia Yogyakarta, 2002
Thursday, July 12, 2007
Presiden: Pemerintahan akan sepenuhnya pakai TI
Oleh ERNA S. U. GIRSANG
Bisnis Indonesia, 13-Juli-2007
KUTA, Bali: Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menargetkan pada lima tahun mendatang teknologi informasi sudah sepenuhnya digunakan untuk kegiatan penyelenggaraan pemerintahan, pendidikan dan usaha keci1 menengah (UKM).
"Saya menargetkan lima tahun mendatang IT [teknologi informasi] harus sudah diterapkan untuk tata kelola pemerintahan, pendidikan dan sektor UKM," ujar SBY pada Perayaan Hari Koperasi ke60 di Garuda Wisnu Kencana (GWK), Kuta, Badung, Bali, kemarin.
Terkait hal itu dia mengemukakan mulai saat ini akan dipersiapkan sumber dayanya, mulai dari sumber daya manusia, infrastruktur dan permodalan. Untuk mencapai target ini, kata Presiden, tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, namun membutuhkan dukungan dari pengusaha swasta dan masyarakat.
Dia mengatakan penggunaan teknologi informasi ini dilakukan untuk meningkatkan daya saing' dan efektivitas perekonomian. Pada akhirnya, daya saing Indonesia secara menyeluruh akan meningkat.
Presiden meyakini dengan menerapkan teknologi informasi pada kegiatan penyelenggaraan pemerintah, kineIja pemerintah akan lebih efisien. Korupsi yang menjadi salah satu kendala efektivitas penggunaan anggaran negara, menurutnya, akan dapat diatasi, setidaknya dikurangi.
Teknologi informasi, papamya, dapat juga dijadikan alat pengawasan bagi masyarakat, misalnya kepada wajib pajak.
"Jadi dapat segera diketahui siapa orang yang malas bayar pajak," tambahnya.
Untuk sektor pendidikan, dia menargetkan pada lima tahun mendatang sistem pendidikan nasional sudah terintegrasi dengan sistem dan metode pendidikan yang sarna.
Sementara itu, UKM, menurutnya, tidak bisa dipisahkan dari teknologi informasi. Terkait hal itu, dia mengatakan lima tahun mendatang pengembangan UKM ditargetkan sudah memiliki sistem terpadu antardaerah.
XL Koinsel
Operator seluler PI Excelcomindo Pratarna Tbk (XL) membidik sekitar 30 juta anggota koperasi di Indonesia melalui layanan komunikasi murah Koperasi Seluler Indonesia (Koinsel), yang menawarkan konten sesuai kebutuhan anggota koperasi.
Dirut XL Hasnul Suhaimi mengatakan layarian ini bekerja sarna dengan Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) yang merupakan bagian dari komitmen XL mendukung proses perberdayaan masyarakat ekonomi lemah.
"Upaya strategis ini juga menambah jumlah pelanggan secara signifikan melalui basis pemberdayaan komunitas," kata Hasnul, kemarin. Kartu perdana Koinsel secara simbolis diserahkan Hasnul kepada Ketua Dekopin Adi Sasono disaksikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada perin gat an Hari Gerakan Koperasi di Bali, kemarin.
Koinsel yang menggunakan kartu murah Jempol ini dilengkapi layanan nilai tambah berbasis SMS berisi informasi seputar kebutuhan anggota koperasi. Untuk koperasi nelayan misalnya diberikan info tentang cuaca, tinggi gelombang, lokasi penangkapan ikan yang akurat, maupuil harga pasar. (K2) (ema.girsang@bisnis.co.id)
Bisnis Indonesia, 13-Juli-2007
KUTA, Bali: Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menargetkan pada lima tahun mendatang teknologi informasi sudah sepenuhnya digunakan untuk kegiatan penyelenggaraan pemerintahan, pendidikan dan usaha keci1 menengah (UKM).
"Saya menargetkan lima tahun mendatang IT [teknologi informasi] harus sudah diterapkan untuk tata kelola pemerintahan, pendidikan dan sektor UKM," ujar SBY pada Perayaan Hari Koperasi ke60 di Garuda Wisnu Kencana (GWK), Kuta, Badung, Bali, kemarin.
Terkait hal itu dia mengemukakan mulai saat ini akan dipersiapkan sumber dayanya, mulai dari sumber daya manusia, infrastruktur dan permodalan. Untuk mencapai target ini, kata Presiden, tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, namun membutuhkan dukungan dari pengusaha swasta dan masyarakat.
Dia mengatakan penggunaan teknologi informasi ini dilakukan untuk meningkatkan daya saing' dan efektivitas perekonomian. Pada akhirnya, daya saing Indonesia secara menyeluruh akan meningkat.
Presiden meyakini dengan menerapkan teknologi informasi pada kegiatan penyelenggaraan pemerintah, kineIja pemerintah akan lebih efisien. Korupsi yang menjadi salah satu kendala efektivitas penggunaan anggaran negara, menurutnya, akan dapat diatasi, setidaknya dikurangi.
Teknologi informasi, papamya, dapat juga dijadikan alat pengawasan bagi masyarakat, misalnya kepada wajib pajak.
"Jadi dapat segera diketahui siapa orang yang malas bayar pajak," tambahnya.
Untuk sektor pendidikan, dia menargetkan pada lima tahun mendatang sistem pendidikan nasional sudah terintegrasi dengan sistem dan metode pendidikan yang sarna.
Sementara itu, UKM, menurutnya, tidak bisa dipisahkan dari teknologi informasi. Terkait hal itu, dia mengatakan lima tahun mendatang pengembangan UKM ditargetkan sudah memiliki sistem terpadu antardaerah.
XL Koinsel
Operator seluler PI Excelcomindo Pratarna Tbk (XL) membidik sekitar 30 juta anggota koperasi di Indonesia melalui layanan komunikasi murah Koperasi Seluler Indonesia (Koinsel), yang menawarkan konten sesuai kebutuhan anggota koperasi.
Dirut XL Hasnul Suhaimi mengatakan layarian ini bekerja sarna dengan Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) yang merupakan bagian dari komitmen XL mendukung proses perberdayaan masyarakat ekonomi lemah.
"Upaya strategis ini juga menambah jumlah pelanggan secara signifikan melalui basis pemberdayaan komunitas," kata Hasnul, kemarin. Kartu perdana Koinsel secara simbolis diserahkan Hasnul kepada Ketua Dekopin Adi Sasono disaksikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada perin gat an Hari Gerakan Koperasi di Bali, kemarin.
Koinsel yang menggunakan kartu murah Jempol ini dilengkapi layanan nilai tambah berbasis SMS berisi informasi seputar kebutuhan anggota koperasi. Untuk koperasi nelayan misalnya diberikan info tentang cuaca, tinggi gelombang, lokasi penangkapan ikan yang akurat, maupuil harga pasar. (K2) (ema.girsang@bisnis.co.id)
Thursday, June 28, 2007
10 Ribu KSP Di-online-kan
Jum'at, 01 Juni 2007
Sumber Koran SINDO, http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/jawa-timur/10...
SURABAYA (SINDO) – Mulai tahun ini,Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin), akan mengonline- kan 10.000 koperasi simpan pinjam (KSP) di Jawa, Bali, dan NTB. Langkah ini adalah upaya untuk menstandarkan sistem akuntansi dan audit koperasi.
Ketua Umum Dekopin Adi Sasono menyatakan, standarisasi ini diperlukan agar peran koperasi sebagai lembaga keuangan mikro yang paling dekat dengan rakyat bisa ditingkatkan. Sebab, saat ini 90% dari 42 juta unit usaha mikro kecil menengah (UMKM) yang ada di Indonesia memiliki kendala akses kredit ke bank.
”Tahap awalnya 10.000 KSP dulu dengan 40.000 tenaga terampil untuk mengelola. Sasarannya
sebanyak mungkin UMKM,” tuturAdi,seusai pembukaan Pelatihan Calon Pelatih Pengelola Microfinance Nasional di Surabaya,kemarin. Alasan lain, lanjut Adi, pada microfinance atau lembaga keuangan mikro seperti koperasi juga dibutuhkan adanya good corporate governance (GCG) untuk membangun kepercayaan masyarakat terhadap lembaga ini.
Keberadaan usaha kecil yang kuat dari adanya lembaga keuangan mikro tepercaya, diyakini merupakan jawaban atas persoalan bangsa, seperti pengangguran, kemiskinan, dan ketergantungan terhadap investasi asing. Adi menambahkan, setelah 10.000 KSP ini tersambung dalam satu jaringan, ke depan 36.000 dari total 46.000 KSP di seluruh Indonesia akan segera dipersiapkan untuk online.Namun, ia belum bisa memastikan batas akhir waktu penyambungan ini.
Tentang jaringan yang dipakai, Adi menyatakan akan menggunakan kabel fiber optik yang dimiliki
Koperasi Induk Seluler (Koinsel) yang sekarang sudah terpasang di tiga wilayah yang akan di-online-kan tersebut. Namun, ia tidak bersedia menjawab saat disinggung soal besaran investasi untuk program ini. ”Kami ini sugih tanpa bondo (memiliki tanpa membeli) karena jaringan ini sifatnya menumpang ke Koinsel,” ujarnya ringan.
Ketua DPR RI Agung Laksono, yang juga hadir pada pembukaan ini, menyatakan dukungannya
terhadap keberadaan lembaga keuangan mikro. Bahkan, ia berjanji segera menyelesaikan pembahasan rancangan undang-undang lembaga keuangan mikro, yang saat ini draft-nya sudah
masuk dalam daftar pembahasan di DPR. ”Ada hak dan kewajiban lembaga keuangan mikro maupun nasabahnya yang harus diatur sehingga langkah-langkah yang dilakukan memiliki dasar
hukum yang kuat,”bebernya.
UU ini nantinya diharapkan memberi solusi atas beberapa persoalan mendasar yang selama ini
ditemui,di antaranya perlindungan terhadap lembaga keuangan dan nasabah. Juga tentang kejelasan dan kepastian penjaminan kredit oleh lembaga keuangan mikro.
Hal ini, ujar Agung, akan sangat berpengaruh terhadap upaya pemerintah dalam pemberdayaan
masyarakat.Apalagi, saat ini persentase dana negara untuk pemberdayaan masyarakat sangat kecil, kurang dari 1% APBN. ”Kita akan segera selesaikan RUU ini. Sekarang masih terus kita bahas,” ujarnya.( dili eyato)
Jum'at, 01 Juni 2007
Sumber Koran SINDO, http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/jawa-timur/10...
SURABAYA (SINDO) – Mulai tahun ini,Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin), akan mengonline- kan 10.000 koperasi simpan pinjam (KSP) di Jawa, Bali, dan NTB. Langkah ini adalah upaya untuk menstandarkan sistem akuntansi dan audit koperasi.
Ketua Umum Dekopin Adi Sasono menyatakan, standarisasi ini diperlukan agar peran koperasi sebagai lembaga keuangan mikro yang paling dekat dengan rakyat bisa ditingkatkan. Sebab, saat ini 90% dari 42 juta unit usaha mikro kecil menengah (UMKM) yang ada di Indonesia memiliki kendala akses kredit ke bank.
”Tahap awalnya 10.000 KSP dulu dengan 40.000 tenaga terampil untuk mengelola. Sasarannya
sebanyak mungkin UMKM,” tuturAdi,seusai pembukaan Pelatihan Calon Pelatih Pengelola Microfinance Nasional di Surabaya,kemarin. Alasan lain, lanjut Adi, pada microfinance atau lembaga keuangan mikro seperti koperasi juga dibutuhkan adanya good corporate governance (GCG) untuk membangun kepercayaan masyarakat terhadap lembaga ini.
Keberadaan usaha kecil yang kuat dari adanya lembaga keuangan mikro tepercaya, diyakini merupakan jawaban atas persoalan bangsa, seperti pengangguran, kemiskinan, dan ketergantungan terhadap investasi asing. Adi menambahkan, setelah 10.000 KSP ini tersambung dalam satu jaringan, ke depan 36.000 dari total 46.000 KSP di seluruh Indonesia akan segera dipersiapkan untuk online.Namun, ia belum bisa memastikan batas akhir waktu penyambungan ini.
Tentang jaringan yang dipakai, Adi menyatakan akan menggunakan kabel fiber optik yang dimiliki
Koperasi Induk Seluler (Koinsel) yang sekarang sudah terpasang di tiga wilayah yang akan di-online-kan tersebut. Namun, ia tidak bersedia menjawab saat disinggung soal besaran investasi untuk program ini. ”Kami ini sugih tanpa bondo (memiliki tanpa membeli) karena jaringan ini sifatnya menumpang ke Koinsel,” ujarnya ringan.
Ketua DPR RI Agung Laksono, yang juga hadir pada pembukaan ini, menyatakan dukungannya
terhadap keberadaan lembaga keuangan mikro. Bahkan, ia berjanji segera menyelesaikan pembahasan rancangan undang-undang lembaga keuangan mikro, yang saat ini draft-nya sudah
masuk dalam daftar pembahasan di DPR. ”Ada hak dan kewajiban lembaga keuangan mikro maupun nasabahnya yang harus diatur sehingga langkah-langkah yang dilakukan memiliki dasar
hukum yang kuat,”bebernya.
UU ini nantinya diharapkan memberi solusi atas beberapa persoalan mendasar yang selama ini
ditemui,di antaranya perlindungan terhadap lembaga keuangan dan nasabah. Juga tentang kejelasan dan kepastian penjaminan kredit oleh lembaga keuangan mikro.
Hal ini, ujar Agung, akan sangat berpengaruh terhadap upaya pemerintah dalam pemberdayaan
masyarakat.Apalagi, saat ini persentase dana negara untuk pemberdayaan masyarakat sangat kecil, kurang dari 1% APBN. ”Kita akan segera selesaikan RUU ini. Sekarang masih terus kita bahas,” ujarnya.( dili eyato)
Bisnis Baru, layanan FWA untuk Operator GSM
Oleh: Moch S Hendrowijono
Kompas, Rabu 27 Juni 2007
Oleh: Moch S Hendrowijono
Kompas, Rabu 27 Juni 2007
ISU lisensi terpadu, unified access licensing bagi operator mencuat ketika PT Excelcomindo Pratama, XL, mengajukan permohonan menjadi operator FWA (fixed wireless access - telepon tetap nirkabel) berbasis GSM, tetapi belum ditanggapi pemerintah. Menurut dirutnya, Hasnul Suhaimi, XL akan mengalokasikan dua kanalnya untuk layanan FWA yang akan memberi tarif murah dengan nomor sama dengan nomor GSM.
Menurut Dian Siswarini, Oirektur Jaringan PT Excelcomindo Pratama, lisensi terpadu akan merupakan yang terbaik bagi Indonesia dan XL akan menggarap segmen pasar yang agak berbeda dengan pelanggan XL saat ini.
Namun harus diselesaikan lebih dahulu masalah bed a tarif biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi dan biaya interkoneksi, karena lebih murah di CDMA.
Telepon tetap nirkabel FWA berbasis CDMA saat ini baru dilayani 3 operator: PT Telkom (Flexi), PT Bakrie Telecom (Esia) serta PT Indosat (StarOne) dan tarifnya semurah telepon rumah tetapi jangkauan FWA terbatas hanya di kode area atau kotanya saja.
Beda dengan jangkauan operator GSM yang bisa digunakan ke seluruh negara, bahkan seluruh dunia. Pemerintah memang membuka kesempatan bagi operator telekomunikasi nirkabel untuk memiliki lisensi terpadu, sebagai operator seluler dan sebagai operator nirkabel tetap. Yang sudah siap menjalankan lisensi terpadu baru Mobile-8 yang kini masih merupakan operator seluler berbasis CDMA (Fren).
Lisensi terpadu merupakan dampak pembagian frekuensi 800 MHz di jaringan CDMA (code division multiple access) sekaligus memberi kompensasi bagi yang terkurangi kanalnya. Oi sisi sederhana, kealotan negosiasi antaroperator CDMA untuk memanfaatkan frekuensi bersama memang tidak cair, tetapi sudah mendapat penyelesaian apik, tak harus melakukan kesepakatan bisnis. Tak perlu lagi ada pembicaraan antara PT Bakrie Telecom (BTel) dengan PT Indosat (Isat) soal pemakaian kanal bersama atau sebagai MVNO (mobile virtual network operator - operator telepon bergerak tanpa memiliki jaringan).
Lisensi terpadu memungkinkan operator seluler memberi layanan telepon tetap nirkabel yang tarifnya bisa saja murah, tinggal memindahkan tombol layanannya. Atau sebaliknya, operator FWA dengan
lisensi terpadu bisa menjelajah (roaming) ke wilayah lain yang adajaringannya, tidak sekadar seperti Combo-nya Flexi atau Go-go dari Esia. Tarif seluler memang cukup mahal, sekitar Rp 1.000 per menit, jauh lebih mahal dibanding FWA berbasis CDMA yang I hanya sekitaran Rp 50 atau I Rp 49 per men it. Perbedaan ini r terjadi karena pengenaan BHP. (frekuensi GSM lebih mahal dibanding CDMA. Kebijakan ini pasti disambut masyarakat yang makin memperhitungkan berapa pemakaian dana telekomunikasinya.
Apalagi data menyebutkan bahwa hanya 15 - 20 persen pelanggan yang pernah be pergian ke luar domisili ponselnya (HLR - home location register'), sisanya selalu berada di HLRnya. Mahalnya tarif BHP GSM dibanding BHP CDMA semata I akibat bedanya basis teknologi I yang digunakan. Operator IGSM meski memberikan layanan FWA tidak akan serta merta rbisa bertarif sama dengan tarif FWA CDMA. Ini karena CDMA lebih efisien dibanding GSM dalam hal penggunaan frekuensi, Oengan Ie bar pita frekuensi yang sama, kanal di CDMA bisa 10 sampai 15 kali lebih ban yak dibanding kanal di GSM, sehingga memengaruhi besaran BH P frekuensi.
Jika dihitung secara kasar, rif BHP frekuensi CDMA sedaknya 13 kali lebih murah aripada BHP frekuensi GSM. Sementara BHP frekuensi CDMA seluler hanya 4 kali ebih mahal dibanding BHP untuk FWA. Itu sebabnya kelapa Fren dari Mobile-8 bisa nenawarkan tarif Rp 5 per nenit, yang sulit ditandingi Jperator GSM saat ini.
EBITDA akan turun
Bagi operator seluler GSM, nengambil peluang masuk ke FWA harus mereka pikirkan dengan serius dan hitungan yang serinci mungkin, walau sambutan pelanggan akan gegap gem pita. Kalau 80 persen pelanggannya mengambillayanan FWA karena tarif lebih murah, pendapatan operator akan terganggu. ARPU (average revenue per user pendapatan rata-rata dari tiap pelanggan) jelas akan turun karena tarifnya "turun".
Sekarang saja, tanpa ada isu FWA, ARPU tiap operator GSM sudah turun banyak, dari sekitar Rp 105.000 tiga tahun lalu menjadi hanya Rp 45.000 akhir tahun 2006 dan akan turun lagi di tahun-tahun mendatang. Pemicunya adalah makin masuknya layanan operator ke lapisan masyarakat paling bawah yang daya belinya tidak sekuat masyarakat kota karena segmen potensial di kota sudah jenuh.
Tetapi jika mereka tidak masuk k~ layanan FWA, operator FWA akan mengambil pasar mereka di perkotaan dan pinggiran sekaligus. Saat ini saja
" Bagi operator seluler GSM, mengambil peluang masuk ke FWA harus mereka pikirkan dengan serius dan hitungan yang serinci mungkin, walau sambutan pelanggan akan gegap gempita."
banyak pemakai GSM yang menenteng ponsel FWA CDMA yang membuat operator GSM harus berbagi pendapatan dengan operator FWA. Dengan menjadi operator FWA berbasis GSM, ARPU yang menukik akan menu runkan EBITDA (earn before interest, tax, depreciation and amortization - pendapatan sebelum dipotong bunga, pajak, penghapusan dan dana cadangan). Padahal EBITDA
operator GSM di Indonesia paling tinggi dibanding operator GSM di Eropa atau Jepang, bahkan dengan Singapura. Telkomsel yang EBITDA-nya sampai di atas 70 persen tak akan berjibaku dengan penurunan hingga 50 persen hanya untuk meraih pelanggan lebih banyak lewat FWA. EBITDA Excelcomindo Pratama (XL) sebagaicontoh, turun dari sekitar 55 persen menjadi 45 persen hanya karena XL yang tadinya menyasar golongan menengah ke atas, masuk ke go long an bawah lewat Jempol.
Karenanya, walaupun direksi sepakat akan mengoperasikan FWA, belum tentu komisaris setuju, karena juga akan berdampak langsung pad a harga saham. Namun ketika pasar yang disasar semakin sempit maka yang tersisa adalah masyarakat dengan daya beli di bawah rata-rata dan persaingan mendapatkan pelanggan "berduit" akan makin mustahil.
Saat ini kepadatan telepon di Indonesia baru sekitar 43 persen, 81 juta dari seluler, 14 juta dari telepon tetap, dari jumlah penduduk yang 220 juta. Masih jauh untuk mencapai kepadatan 70 persen seperti Singapura, atau 103 persen seperti negara-negara Skandinavia. Apalagi kepadatan 43 persen itu masih semu, sebab banyak anggota masyarakat yang memiliki lebih dari satu nomor ponsel, apakah itu sesama GSM atau GSM dan FWA.
Dengan hitungan ini, tanpa masuk ke FWA pun, ARPU lalu juga EBITDA operator seluler GSM akan turun dan turun terus, walaupun ini akan diimbangi dengan cape x (capital expenditure - biaya modal) yang juga menurun karena harga teknologinya juga turun terus.
Harga BTS (base transceiver station) yang tiga tahun lalu masih 250 dollar AS per nomor pelanggan, tahun lalu hanya 38 dollar AS dan belum lama ini Telkom mendapat harga hanya 7 dollar AS per nomor. Dan sejalan dengan itu sejak awal tahun ini terompet perang tarif kencang dikumandangkan.
Misalnya XL hanya mengenakan tarif Rp 25 per detik untuk semua tujuan, dari ujung ke ujung Nusantara ke semua operator, sementara antar-XL cuma Rp 10/detik.
Tetapi siapa tahu, momen perang tarif ini. juga bisa menjadi peluang mulus manajemen operator seluler GSM untuk sekalian menukikkan ARPU dengan layanan FWA, daripada pasarnya direbut habis FWA CDMA. Toh kambing hitamnya bukan hanya layanan FWA melainkan juga perang tarifnya* hw@tabloidsinyal.com
Subscribe to:
Posts (Atom)